Langsung ke konten utama

Makalah Istisna

TUGAS MAKALAH
ISTISNA

Dosen Pengampu : HERDAH, Dra.M.pd.
Di Susun Oleh   Nama: Husdiwan Musthofa
Nim: 16.1200.018



PRODI PBA JURUSAN TARBIYAH DAN ADAB SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAIN) PAREPARE

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah swt. Dengan izin-Nya terlaksana segala kebajikan dan diraih segala macam kesuksesan. Termasuk diselesaikan pula makalah ini insyaAllah dengan baik.
Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, yang kepada beliau diturunkan wahui ilahi Al-Quran, semoga tercurah pula kepada keluarga dan sahabat-sahabat beliau serta seluruh umatnya yang setia.
Ucapan terimakasih kami ucapkan pula kepada Ibu Herdah M, pd. segabai Dosen Pengampuh kami dan juga yang telah memberikan dukungan kepada kami untuk menyusun makalah ini.
Dengan demikian penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah tentu terdapat banyak kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun kami harapkan.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Parepare, 08 Januari 2018

     

Penulis,



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
1.1.Latar Belakang Masalah 1
1.2.Rumusan Masalah 1
1.3.Tujuan penulisan 1
BAB II 3
PEMBAHASAN 3
2.1.  Pengertian Mustasna 3
2.2  Macam – Macam Istisna 3
2.4 Ketentuan I’rab Istisna 5
BAB III 9
PENUTUP 9
3.1. Kesimpulan 9
3.2.  Saran 9
DAFTAR PUSTAKA 10

 BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur’an dan  Haist Nabi, maka keduanya itu dibutuhkan seperangkat alat atau sarana agar tidak salam dalam membaca dan memahami teks Arab yang belum ada harakatnya serta untuk  mengetahui perubahan – perubahan kata terutama pada Hadist Nabi, sebab apabila dan keliru dalam pembacaan teks akan mengakibatkan salah dan keliru dalam pemaknaan. untuk menghindari itu, sarananya adalah ilmu nahwu dan shorof, keduanya merupakan keutuhan yang tidak boleh diabaikan.
1.2.Rumusan Masalah
Apa pengertian Istisna?
Apa saja huruf – huruf istisna beserta contohnya?
Apa saja ketentuan I’rabnya?
1.3.Tujuan penulisan
Makalah ini disusun dengan harapan dapat memberikan kegunaan baik secara Teorisis maupun secara Praktis. Secara teoristis makalah ini diharapkan dapat berguna dalam menambah wawasan atau pengetahuan mengenai istisna pembelajaran. Secara makalah ini dapat di harapkan membawa manfaat bagi : Penulis, sebagai media dalam menambah pengetahuan dan   keilmuan khususnya tentang istisna’ dan kaedah istisna dalam pembelajaran.
Pembaca, sebagai media untuk menambah wawasan dan informasi pembelajaran tentang kaedah bhs. Arab dalam hal ini istisna baik secara Teoristis maupun prasktis.
BAB II
PEMBAHASAN
 2.1.  Pengertian Mustasna
  Al Mustasna adalah isim mansub yang terletak pada salah satu perangkat dari perangkat  –perangkat istisna untuk menyelisihi kata sebelumnya dalam hal hukum.
  Pendapat lain mengatakan bahwa mustasna yaitu mengecualikan lafazh sesudah illa atau salah satu saudaranya dengan hukum lafazh sebelumnya, baik secara ijab (positif)  atau secara salab (negatif).
Istisna merupakan kata penghubung yang fungsinya menggabungkan menyatakan pengecualian. Yang dikecualikan disebut mustasna minhu dan yang terkecualikan disebut mustasna.

2.2  Macam – Macam Istisna

     وَحُرُوْفُ الاِسْتِسْنَاءِ ثَمَانِيَةً وَهِيَ إِلاَّ وَغَيْرُ وَ سِوًى وَسُوًى وَسَوَاءٌ وَخَلاَ وَعَدَا وَحَاشَا.
Huruf istisna ada delapan macam yaitu sebagai berikut  :
إِلاَّ  contohnya seperti : جَاءَ الْقَوْمُ إِلاَّ زَيْدًا  , (kaum itu telah datang kecuali zaid)
غَيْرُ   contohnya seperti :  غَيْرَ زَيْدٍ جَاءَ الْقَوْمُ  ( kaum itu telah datang selain zaid)
سِوًى  4. سُوًى 5.cartinya sama yaitu  : selain
سُوًى  artinya : selain
سُوًى  artinya : selain
 خَلاَ  artinya : selain
عَدَا    artinya : selain
حَاشَ artinya : selain

إِلاَّ kata penghubung istisna ini memiliki beberapa ketentuan dalam penggunannya yaitu:
Kata setelah kata penghubung ini harus manshub apabila berada setelah kalimat sempurna positif dan bukan kalimat larangan
Contoh :
حَضَ التَّلاَ مِيْذُ إِلاَّ زَيْدٌ  para siswa tlah hadir kecuali zaid

Kata setelah kata penghubung ini boleh manshub dan boleh mengikut pada I’rabnya kata sebelumnya  إلاَّ  ( sesuatu yang dikecualikan ), hal ini apabila berada pada kalimat sempurna negative atau pada kalimat larangan.
Contoh :
أَنْظُرُ اَحَدًا إِلاَّ فَاطِمَةَ   saya tidak melihat seorangpun kecuali Fatimah

Kata setelah kata penghubung ini ketentuan tasykil I’rabnya disesuaikan sesuai fungsinya apabila berada kalimat yang belum sempurna .
Contoh :
مَا قَامَ إِلاَّ سُلَيْمَانُ  tidaklah berdiri kecuali sulaiman

 غَيْرَ dan  سِوَىKata yang jatuh setelah kata penghubung ini berfungsi sebagai mudhaf ilaih, sedangkan tasykil I’rabnya berada pada kata penghubung ini dan ketentuannya sama seperti  kata yang jatuh setelah kata penghubung إلاَّ .
Contoh :
أَنْظُرُ اَحَدًاغَيْرُ فَاطِمَةِ   saya tidak melihat seorangpun selain Fatimah


خَلاَ.عَدَا . حَاشَا kata yang jatuh setelah kata penghubung ini  boleh manshub boleh majrur. Apabila manshub kata kerja, sedangkan apabila setelahnya majrur maka kata penghubung ini dianggap preposisi.
Contoh :
زُرْتُ مَسَاجِدَ المَدِيْنَةِ خَلاَ وَاحِدًا/ وَاحِدٍ  saya telah mengunjungi masjid – masjid kecuali satu.
 2.4 Ketentuan I’rab Istisna
i’rab lafazh –lafazh  yang terletak setelah huruf istisnasebagai berikut:

lafaz yang di-istisna dengan illa harus dinashabkan bilamana keadaan kalamnya bersifat sempurna dan mujab.
Kalam yang sempurna itu ialah kalam yang disebutkan mustasna dan mustasna minhunya (lafaz  yang dikecualikan dan lafaz pengecualiannya, seperti dalam contoh : جَاءَ الْقَوْمُ إلاَّ زَيدًا  kaum itu telah datang kecuali zaid

Lafaz  الْقَوْمُ adalah mustasna minhu, sedangkan lafaz زَيدًا  menjadi mustasnanya.

Jadi syarat lafaz yang diistisna harus dinashabkan itu ialah :

kalam tam (lengkap), ada mustasna dan mustas na minhunya
mujab, yaitu tidak kemasukan nafi’, nahi dan istifham.

Kalau kalamnya tidak memenuhi persyaratan tersebut, maka hal itu adalah sebagai berikut .
Apabila kalamnya ternyata tam (sempurna) lagi naïf maka mustasnanya mboleh dinashabkan karena istisna dan boleh dibadalkan ( bergantung kepada I’rab mustasna minhunya).
 Contoh:
مَا قَامَ الْقَوْمُ إلاَّ زَيْدًا وَإلاَبِزَيْدٍ  tiadalah  kaum itu berdiri kecuali zaid
Lafaz zaid boleh dinashabkan karena istisna dan boleh pula dibadalkan dengan memakai harakatdhammah  sebab mubdal minhunya lafaz  الْقَوْمُ berharakat  dhammah .

مَارَرْتُ بِالْقَوْمِ إلاَّ زَيْدًا وَإلاَّ زَيْدٍ  aku tidak bersua dengan kaum itu kecuali zaid
Lafaz zaid itu boleh dinashabkan karena istisna dan boleh pula dijarkan karena menjadi badal dari lafaz القومِ

Kalau kalamnya naqis atau kurang ( tidak diterangkan mustasna minhunya) maka I’rab mustasnanya bergantung kepada amil yang ada, seperti dalam contoh :
مَا قَام إلاَّ زيدٌ tiada yang berdiri kecuali zaid – tidak ada mustasna minhunya.

 Lafaz zaid harus dirafa’kan karena menjadi fa’il  dari lafaz قَام
ما ضَرَبْتُ الاَّ زَيْدًا tiada yang kupukul kecuali Zaid.
Lafaz zaid harus di nasaban, sebab menjadi maful dari lafaz مَا ضَرَبْتُ
مَا مَرَرْتُ اِلاَّ بِزَيْدٍ tiadalah aku bersua kecuali dengan Zaid.
Lafaz Zaid di jarkan oleh huruf ba’

Lafaz yang di istisna dengan lafaz gairu, siwan, dan sawa’in harus di jarkan, lain tidak (sebab menjadi mudhafun ilaih dari lafaz gairu dan sebagainya).
Seperti dalam contoh berikut:
جَاءَ الْقَوْمُ غَيرَ زَيْدٍ kaum itu telah datang selain Zaid,
(lafaz gair berkedudukan menjadi mudhaf, sedangan lafaz Zaid adalah mudhafun ilaih).

Lafazyang di istisna oleh khala, ada, dan hasya, boleh di nasabkan (dengan menganggap khala dan sebagainya sebagai fiil madhi dan mustasna mafulnya) dan boleh pula dijarkan (sebagai mudhaf ilaih dari lafaz khala dan sebagainya, seperti dalam contoh :
 قام القومُ خلا زيْدًا وخلا زيدٍ  ( kaum itu telah berdiri selain zaid).












BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Istisna merupakan kata penghubung yang fungsinya menggabungkan menyatakan pengecualian, yang dikecualikan disebut mustasna minhu dan yang terkecualikan disebut mustasna
Pendidikan bhs arab berarti hubungan persaudaraan atau rasa kekeluargaan antar sesama manusia. Dalam membangung pendidikan yang berkualitas di perlukan kaedah yang benar agar pembangunan pendidikan dapat terbentuk dengan benar. Dalam proses pembelajaran istisna harus berlandaskan kaedah dan referensi dan beberapa disiplin ilmu dalam pembelajaran.
Salah satu manfaat terbesar adanya pendidikan sebagai pembelajaran yaitu terciptanya budaya saling memahami. Kita menolong orang lain maka kita juga akan ditolong oleh orang lain. Begitu pun sebaliknya.
3.2.  Saran
Demikian makalah yang dapat kami buat dan kami sampaikan. Mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada kesalahan dalam penulisan, ataupun referensi yang kurang benar dalam pembahasan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan kami menerima saran dan kritikkan dari pembaca demi kebaikan kami untuk selanjutnya. Tiada kesempurnaan bagi kita, kecuali kesempurnaan itu hanya milik Allah semata.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Moch. 2017. Ilmu Nahwu. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Syekh Syamsuddin Muhammad Araa’ini. 2015. Ilmu Nahwu. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Zakaria Aceng. 2004. Ilmu Nahwu Praktis. Garut: Ibnu Azka Press.
Terjemahan Mulakhos

Komentar